Jumat, 29 Juli 2016

Start and Stop isn't Easy!!

Adakah yang seperti saya? Sulit memulai maupun mengakhiri?

Ibarat menulis, ada draft yang disusun, konsep, muatan, pesan...semua dirancang. Kapan nulisnya...?

Begitu asik nulis...cerpen misalnya. Meski sudah mengikuti draft, meski sudah menentukan bagaimana endingnya, teteeeep saja rasanya tak kunjung selesai. Bahkan nyaris menjadi novel.

Hmm, dilema tipe phlegmatis mungkin. Iyakah?





Meski saya akui sulit memulai maupun mengakhiri suatu aktivitas atau karya, saya pun mengakui ada satu sebab dan satu kunci solusi.

Penyebabnya adalah inkonsistensi. Dan solusinya adalah istiqomah.

Inkonsistensi dapat terjadi karena faktor kemalasan. Kemalasan mengakibatkan terjadinya penundaan satu aktivitas, yang berujung pada terbengkalainya target lain. Meski ada jadwal, inkonsistensi membuat seseorang dengan mudahnya abai pada jadwal dan mengatakan,"Nanti dulu, ah...".
Karena itulah, solusi yang bisa diterapkan adalah istiqomah. Sedikit namun berkesinambungan.

Jadi, mari kembali berkarya. Susun jadwal, atur skala prioritas, dan kerjakan satu-satu. Apakah satu dulu sampai selesai baru berpindah pada aktivitas lain?

Bagi orang lain mungkin iya, tapi tidak bagi saya. Rentang fokus saya cukup pendek. Jadi yang saya lakukan adalah beristirahat dari satu aktivitas dengan mengerjakan aktivitas lain.

Wah, bukannya malah tak terselesaikan semua tuh??
Iya, kalau saya mandeg. Karena itulah, just do it. Hehe...

Rabu, 27 Juli 2016

Saat Tangan Abi Dicakar si Pung

Kak Husaam memanggilnya 'Pung'. Karena adik Himaayah selalu berseru "Pung! Pung!" saat kucing kecil itu berkunjung ke rumah kami.
Pung termasuk kucing pemalu. Dia sering datang ke rumah pada jam makan. Dan kami memberinya makan di tempat yang agak jauh dari tempat kami duduk.
Akhir-akhir ini, kucing kecil tersebut mulai membuka diri. Mulai memperpendek jarak terhadap kami, namun tetap belum bisa kami sentuh. Seringkali si Pung bahkan tidur di kasur anak-anak.
Sama halnya pagi itu, si Pung bergelung nyaman di kasur ruang tengah, di tempat yang bermandikan sinar mentari pagi. Abi yang baru saja masuk rumah selepas berkebun, sambil menggendong Himaa, berjingkat mendekati si Pung dengan maksud mengangkat kucing kecil itu.
Namun rupanya, si Pung masih sangat sensitif. Segera saja ia meloncat kaget begitu tangan abi menyentuh punggungnya. Kaki belakangnya terayun, dan cakarnya menimbulkan luka memanjang di tangan abi. Abi hanya menenangkan anak-anak dan mengatakan bahwa si Pung belum bisa dibelai karena masih takut pada manusia.
Kak Husaam, yang melihat bagaimana tangan abinya terluka, datang mendekat.
"Mana yang sakit Bi?"
Abi menunjukkan luka di tangan yang mengeluarkan darah.
"Ndak papa ya, Bi. Nanti dikasih minyak zaitun trus insyaaAllah disembuhkan Allah ya, Bi? Allahummasyfiik Bi...", ujarnya bijak sembari meniup-niup tangan abinya.

Saya tersenyum penuh haru. Dan menyampaikan tekad dalam hati, untuk tidak lelah menyampaikan nilai kebaikan berulang-ulang. Karena saya melihat, bahwa anak-anak sangat cerdas. Dan mampu menginternalisasi nilai yang mereka peroleh dari orang tua merka.
Baarakallah fiikumaa... Huhu, Hihi...