Jumat, 24 April 2015

Frittatrial & GendError

Hari ini adalah hari kelabu bagi saya. Apa pasal? Yang pertama adalah karena cuaca memang mendung. Yang kedua, badan sedang kurang fit-pusing dan kaki kesemutan. Dan sejak kemarin, beberapa kali perut saya panas seperti mau diare. Entahlah, mungkin efek kurang olahraga. Di kehamilan kedua ini saya nyaris belum melazimi jalan pagi lagi seperti pada kehamilan pertama. Atau mungkin efek sisa-sisa begadang sepekan kemarin selama Pendekar Cilik sakit.
Yang ketiga... saya mendapati makanan sisa kemarin yang melimpah ruah... :'(
Entah apa yang saya pikirkan kemarin saat menanak nasi, sampai nasi saya mbludag. Dan lagi, kemarin sekeluarga kompakan males makan. Sayur sop pun hanya terjamah malam hari. Pendekar lebih suka makan dengan perkedel tahu seharian. Suami juga tiba-tiba ngidam gado-gado dan brambang asem untuk makan siang. Praktis, menu sehari yang pada dasarnya sudah kebanyakan, semakin terabaikan.
Jadilah, pagi ini saya nguplek-uplek sisa nasi& sop agar tidak melarikan diri ke selokan.
Nasinya saya olah menjadi gendar. Proses pembuatannya simpel, tapi berhubung saya belum pernah sekalipun melihat prosesnya, tetap saja hasilnya adalah produk gagal ,TT,... Gendar buatan saya tidak bisa kalis, cenderung lembek seperti kebanyakan air (oh... apakah engkau pada akhirnya akan berujung pada pembuangan jua?). Tapi bolehlah 'nyimpen' resepnya di sini.

RESEP GENDAR PULI
(Jika diiris tipis lalu dijemur dan digoreng akan menjadi camilan lezat bernama 'Karak')

Bahan:
1. Nasi sisa yang belum basi
2. Bawang putih
3. Ketumbar
4. Garam
5. Terasi/ ebi (opsional)
6. Tepung tapioka

Alat:
1. Magic jar
2. Ulegan
3. Baskom
4. Plastik
5. Alat pelengkap lain

Cara Membuat:
1. Haluskan bahan 2-5, larutkan, campur bersama nasi (pada tahap ini saya menambahkan terlalu banyak air untuk melarutkan bumbu sehingga mungkin menjadi penyebab utama error)
2. Kukus dengan dandang atau masak dengan magic jar
3. Tuang ke baskom/ plastik, uleg hingga lembut
4. Tambahkan tapioka sedikit demi sedikit sebagai pengenyal& pengkalis (abaikan bahasa tulis saya yang kacau).
Pembuat gendar konvensional biasa menggunakan borax/ garam blêng/ cètitét sebagai bahan pengenyal. Tapi mengingat bahayanya, peran bahan ini insyaaAlláh bisa digantikan oleh tapioka.
5. Jika sudah kalis, gendar bisa dibuat karak. Tapi saya lebih suka memotongnya agak tebal, lalu melumurinya dengan adonan tepung untuk mendoan, lalu digoreng. Lebih praktis dan tetap maknyuss (kalau saja percobaan saya berhasil, dan bukannya eror sehingga gendarnya menjadi 'genderror'...TT)

Ah, itu baru 'daur ulang' untuk nasi. Sedangkan sup yang isinya wortel, kentang, jagung pipil& bakso hanya saya permak sebagai campuran mie rebus dan dadar/ frittata.

RESEP FRITTATA ELIT (Ekonomi peLIT)

Bahan:
1. Isi sayur sop
2. Telur 1 butir
3. Tahu putih 2 buah
4. Terigu secukupnya
5. Garam halus
6. Merica bubuk

Cara membuat
1. Kocok telur, tambahkan terigu& tahu yang dihaluskan
2. Masukkan isian sop
3. Tambahkan garam& lada
4. Dadar di atas wajan yang sudah dipanaskan
5. Masak dengan api kecil sambil ditutup

NB:
Resep frittata sebenarnya menggunakan susu cair, telur yang banyak dan tanpa tahu atau terigu. Toppingny ditambah keju parut agar makin gurih. Tapi karena Pendekar baru saja sembuh diare, jadinya susu& keju saya skip. Makanya dadar ini saya sebut 'elit', hehe

Alhamdulilláh, curcol galau selesai, jemari siap diistirahakan!!


Pendekar clingak-clinguk tak sabar untuk mencomot gendar



Meski 'elit', frittata yang sering disebut Pendekar sebagai 'bakwan' selalu dapat diandalkan saat ia males makan. Karena termasuk one dish meal, dadar ini oke untuk dimakan sebagai lauk, atau dicemil begitu saja
☺☺☺

Kamis, 16 April 2015

Ayah, Ibu dan Anak-anak

Keluarga. Seringkali disebut sebagai miniatur masyarakat-lingkungan sosial- di mana keluarga itu berada. Ia memiliki anggota, dan aturan-aturan yang dikenakan pada anggotanya. Aturan yang ada bisa jadi merupakan sebuah norma yang umum dilazimi masyarakat. Bisa pula berupa aturan yang ditetapkan kepala keluarga. Atau sebentuk kesepakatan yang dibuat dan diamini seluruh anggota keluarga.
Apalagi bagi keluarga muslim, tentunya ada nilai-nilai ideologis yang dijabarkan dalam tujuan, visi dan misi keluarga. Agar keluarga yang dicinta tak hanya bersua sementara di dunia, namun berlanjut hingga menjadi keluarga yang utuh di jannah-Nya.

Teringat satu pernyataan pada seminar parenting "Pendidikan Seks untuk Anak", 29 Maret lalu. Ibu Farida Nuraini selaku narasumber menuturkan kurang lebih begini "Suami Anda sekarang, adalah bentuk didikan orangtuanya dan pengaruh lingkungannya. Karena itu jangan semata mempermasalahkan kekurangan-kekurangannya... Ibu yang tidak tahu cara menjaga bicaranya, dan Ayah yang tidak tahu cara menjadi pemimpin keluarga..."

Saya hanya mampu mengingat potongan-potongan karena benak saya seketika melayang pada figur sebuah keluarga yang entah bagaimana cocok dengan apa yang disebutkan Bu Ida. Perihal yang saya kenang tentang keluarga itu adalah tentang anak-anaknya.

Secara lahir, dalam lingkup sosial, keluarga tersebut adalah keluarga yang banyak jasanya bagi sekitar.
Namun terasa sekali bedanya, jika yang dibicarakan adalah masalah akhlaq dan adab. Anak pertama dan kedua yang sudah berkeluarga, memang lebih 'mapan'. Lebih tahu batasan bagaimana bersikap& menjaga adab. Meski ketika di rumah, atribut adab itu bisa seketika lepas, terutama tampak pada bagaimana mereka berkata-kata sesama saudara, atau bahkan pada orangtua. Namun putra bungsu yang masih 'tercelup' aroma pergaulan masa kini, sungguh kurang sekali adabnya, di dalam maupun luar rumah.
Sangat disayangkan, mengingat semua itu secara sadar atau tidak terjadi akibat kurang bisanya orangtua berperan sebagai orangtua yang Islami.

Ya, orangtua Islami. Dalam Islam, bagaimana orangtua berkata-kata diatur dalam surah An-Nisa ayat 9 (silakan dibuka sendiri nggih, hehe).
Bayangkan jika orangtua, terutama Ibu sering berbicara buruk tentang anaknya. Sedangkan perkataan Ibu seringkali menjadi do'a yang munglin diaminkan malaikat. Miris bukan, jika bagaimana akhlaq anak kita sekarang adalah akibat perkataan kita yang kurang pas dalam mensifati anak-anak kita. "Kamu itu anak bodoh... kamu itu pemalas... kamu tidak punya sopan santun layaknya gelandangan...". Na'udzubillaahi min dzaalik. Wahai ibu, mari membenahi kembali aktivitas lisan kita...
Lalu peran ayah, yang secara khusus dituntut untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Dengan apakah keluarga dijaga dari neraka jika bukan dengan dienul haq? Lalu bagaimana jika seorang ayah abai akan syariat, dan lepas tangan dari pendidikan anak-anaknya? Sungguh, jika Alláh tidak menolong keluarga itu tentulah mereka menjadi keluarga yang hina dunia akhirat. Alláhummaghfirlanaa...

Masih ada waktu, untuk berbenah


Management

Its been so long time since I updated my blog.
Sebentuk ke-tidakbertanggungjawaban memang, salah satu imbas ketidakdisiplinan diri. Yaah... 'alaa kulli haal, semangat berbenah diupayakan hadir kembali. Sembari tulis sana-sini, coret sana-sini, mencoba kembali belajar menjadi pribadi yang 'rapi'. Bukankah keburukan yang terstruktur selalu dapat mengalahkan kebaikan yang tak terstruktur? Hiks, dan saya tak mau menjadi pribadi seperti itu. Ganbatteeee!!!!