Kak Husaam memanggilnya 'Pung'. Karena adik Himaayah selalu berseru "Pung! Pung!" saat kucing kecil itu berkunjung ke rumah kami.
Pung termasuk kucing pemalu. Dia sering datang ke rumah pada jam makan. Dan kami memberinya makan di tempat yang agak jauh dari tempat kami duduk.
Akhir-akhir ini, kucing kecil tersebut mulai membuka diri. Mulai memperpendek jarak terhadap kami, namun tetap belum bisa kami sentuh. Seringkali si Pung bahkan tidur di kasur anak-anak.
Sama halnya pagi itu, si Pung bergelung nyaman di kasur ruang tengah, di tempat yang bermandikan sinar mentari pagi. Abi yang baru saja masuk rumah selepas berkebun, sambil menggendong Himaa, berjingkat mendekati si Pung dengan maksud mengangkat kucing kecil itu.
Namun rupanya, si Pung masih sangat sensitif. Segera saja ia meloncat kaget begitu tangan abi menyentuh punggungnya. Kaki belakangnya terayun, dan cakarnya menimbulkan luka memanjang di tangan abi. Abi hanya menenangkan anak-anak dan mengatakan bahwa si Pung belum bisa dibelai karena masih takut pada manusia.
Kak Husaam, yang melihat bagaimana tangan abinya terluka, datang mendekat.
"Mana yang sakit Bi?"
Abi menunjukkan luka di tangan yang mengeluarkan darah.
"Ndak papa ya, Bi. Nanti dikasih minyak zaitun trus insyaaAllah disembuhkan Allah ya, Bi? Allahummasyfiik Bi...", ujarnya bijak sembari meniup-niup tangan abinya.
Saya tersenyum penuh haru. Dan menyampaikan tekad dalam hati, untuk tidak lelah menyampaikan nilai kebaikan berulang-ulang. Karena saya melihat, bahwa anak-anak sangat cerdas. Dan mampu menginternalisasi nilai yang mereka peroleh dari orang tua merka.
Baarakallah fiikumaa... Huhu, Hihi...
Pung termasuk kucing pemalu. Dia sering datang ke rumah pada jam makan. Dan kami memberinya makan di tempat yang agak jauh dari tempat kami duduk.
Akhir-akhir ini, kucing kecil tersebut mulai membuka diri. Mulai memperpendek jarak terhadap kami, namun tetap belum bisa kami sentuh. Seringkali si Pung bahkan tidur di kasur anak-anak.
Sama halnya pagi itu, si Pung bergelung nyaman di kasur ruang tengah, di tempat yang bermandikan sinar mentari pagi. Abi yang baru saja masuk rumah selepas berkebun, sambil menggendong Himaa, berjingkat mendekati si Pung dengan maksud mengangkat kucing kecil itu.
Namun rupanya, si Pung masih sangat sensitif. Segera saja ia meloncat kaget begitu tangan abi menyentuh punggungnya. Kaki belakangnya terayun, dan cakarnya menimbulkan luka memanjang di tangan abi. Abi hanya menenangkan anak-anak dan mengatakan bahwa si Pung belum bisa dibelai karena masih takut pada manusia.
Kak Husaam, yang melihat bagaimana tangan abinya terluka, datang mendekat.
"Mana yang sakit Bi?"
Abi menunjukkan luka di tangan yang mengeluarkan darah.
"Ndak papa ya, Bi. Nanti dikasih minyak zaitun trus insyaaAllah disembuhkan Allah ya, Bi? Allahummasyfiik Bi...", ujarnya bijak sembari meniup-niup tangan abinya.
Saya tersenyum penuh haru. Dan menyampaikan tekad dalam hati, untuk tidak lelah menyampaikan nilai kebaikan berulang-ulang. Karena saya melihat, bahwa anak-anak sangat cerdas. Dan mampu menginternalisasi nilai yang mereka peroleh dari orang tua merka.
Baarakallah fiikumaa... Huhu, Hihi...
0 komentar:
Posting Komentar